Sabtu, 19 November 2016

Job Enrichment




Nama          :        M Riyan Alamsyah
Kelas          :        3PA18
NPM          :        16514252


A.   Pengertian Job Enrichment

Seorang pegawai yang bekerja pada suatu perusahaan biasanya akan mengalami kenaikan jabatan yang diikuti dengan penambahan tanggung jawab terhadap pekerjaan. Hal tersebut dinamakan job enrichment, berikut beberapa definisi mengenai job enrichment
Pengayaan Pekerjaan job enrichment merupakan penambahan pekerjaan melalui peningkatan kewenangan. Dalam pengayaan pekerjaan, pekerjaan tertentu menjadi lebih besar tanggung jawabnya, biasanya dikaitkan dengan proses perencanaan maupun evaluasi pekerjaan, menurut Dian Wijayanto (2012).
Selain itu, Stephen mengatakan bahwa Job enrichment adalah mengacu pada pengembangan vertikal dari pekerjaan. Penambahan ini meningkatkan sejauh mana pekerja itu mengendalikan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dari kerjanya. Suatu pekerjaan yang diperkaya mengorganisasi tugas-tugas sedemikian sehingga memungkinkan pekerjaan itu untuk melakukan kegiatan lengkap, menigkatkan kebebasan dan ketidak tergantungan karyawan itu, meningkatkan tanggung jawab dan memberikan umpan balik sehingga seorang individu akan mampu menilai dan megoreksi kinerjanya sendiri.
Untuk menerapkan Job Enrichment ada 2 teknik dalam penerapannya, yaitu :
1.      Job Range
 Perluasan pekerjaan (rentang pekerjaan) dengan kata lain apabila seorang pekerja yang mempunyai banyak macam pekerjaan maka range pekerjaan juga akan lebih luas lagi.
2.      Job Depth
Pendalaman pekerjaan. Pendalaman ini bermaksud untuk lebih meguasai ruang lingkup pekerjaan yang digelutinya sehingga menghasilkan kualitas kinerja lebih baik lagi dari sebelumnya

B.   Langkah-langkah redesign pekerjaan untuk Job Enrichment

Begitu banyak pekerjaan sangat membosankan dan monoton dan apa yang dapat dilakukan untuk membuat pekerjaan yang ditawarkan lebih memuaskan, dengan mengurangi biaya perekrutan, meningkatkan retensi staff yang berpengalaman dan memotivasi mereka untuk tampil di tingkat yang tinggi. Salah satu faktor kunci dalam design pengayaan pekerjaan (job enrichment) menurut Stphen P. Robbins (2003), sebagai berikut:
  1. Menggabungkan Tugas
Gabungan berbagai bentuk aktivitas kerja untuk memberikan yang lebih menantang dan kompleks pada tugas pekerjaan. Hal ini memungkinkan pekerja untuk menggunakan berbagai macam keterampilan, variasi tugas yang dapat membuat pekerjaan terasa lebih bermakna dan penting. Hal ini meningkatkan keanekaragaman dan identitas tugas.
  1. Menciptakan Unit Kerja Alami
Salah satu cara memperkaya pekerjaan adalah melalui pembentukan unit kerja yang alami dimana pegawai mendapatkan kepemilikan pekerjaan. Unit kerja berarti bahwa tugas pekerja dilakukan sama, mengartikan dan mengidentifikasi seluruhnya. Kenaikan pekerjaan pada setiap pekerja menunjukkan kemungkinan bahwa pekerja akan meninjau pekerjaannya yang berarti dan penting yang tidak begitu relevan dan membosankan.
  1. Menampilkan Hubungan Pelanggan
Pekerja sangat jarang kontak dengan pengguna produk ataupun jasanya. Jika hubungan tersebut dapat dibangun, komitmen kerja dan motivasi biasanya akan meningkat. Hal ini meningkatkan keanekaragaman otonomi, dan umpan balik bagi karyawan.
  1. Memperluas Pekerjaan Vertikal
Ketika kesenjangan (gap) antara “melakukan” dan “mengontrol” dikurangi “vertical loading” terjadi, khususnya tanggung jawab yang sebelumnya merupakan tanggung jawab manajemen sekarang didelegasikan kepada pegawai sebagai bagian dari pekerjaan mereka. Ketika pekerjaan dibebani secara vertikal, otonomi naik, pekerja merasa tanggung jawab personal dan akuntabilitas untuk outcomes/dampak dari usaha mereka.
  1. Membuka Saluran Feedback
Dengan meningkatkan umpan balik, pekerja tidak hanya belajar bagaimana sebaiknya mereka menyamakan pekerjaannya, tetapi hanya dengan memeperbaiki kinerja mereka, memperburuk atau mengulang pada tingkat yang tetap. Idealnya umpan balik ini menyangkut kinerja yang dapat diterima langsung seperti pekerja melakukan pekerjaannya dan perlu kebiasaan dasar manajemen.

C.   Pertimbangan – Pertimbangan dalam Job Enrichment

Ada lima dimensi inti dari sebuah pekerjaan yang mempengaruhi job enrichment biasanya memberikan kontribusi kepada orang-orang yang menikmati pekerjaan menurut Greenberg dan Baron:
1.      Skill Variety
          Meningkatkan jumlah individu keterampilan yang digunakan ketika melakukan
          pekerjaan.
2.      Task Identity
          Mengaktifkan orang untuk melakukan pekerjaan dari awal sampai akhir.
3.      Task Significance
          Memberikan pekerjaan yang memiliki dampak langsung terhadap organisasi atau
          para stakeholder.
4.      Autonomy
          Meningkatkan tingkat pengambilan keputusan, dan kebebasan untuk memilih bagaimana
          dan ketika pekerjaan selesai.
5.      Feedback
          Meningkatkan jumlah pengakuan untuk melakukan pekerjaan dengan baik, dan
          mengkomunikasikan hasil karya orang.

Contoh-contohnya :
Job Range :
Dalam sebuah restoran, cheff yang memasak memiliki Job range yang lebih luas karena mempunyai banyak keahlian yang dimilikinya yaitu seperti meracik bumbu, mengolah makanan, mendesain makanan agar terlihat enak dimakan, dan lain-lain ketimbang dengan penjaga atau pelayan toko restoran yang hanya melayani pelanggan yang datang ke restoran tersebut.

Job Depth :
Seorang yang ingin menjadi pemain sepakbola, ia hanya memperdalam bermain bola bagaimana pun caranya agar dia bisa menjadi sepakbola, atau seorang petinju yang ikut kejuaraan, dia harus memperdalam ilmu tinjunya agar dia bisa juara.

Job Enrichment :
Seorang koki yang hanya khusus memasak soto disuruh memasak masakan yang lain, atau mahasiswa yang menjadi asisten dosen, atau lai seorang prajurit tni yang dinaikan pangkatnya mempunyai tanggung jawab yang lebih besar.


Daftar Pustaka :
Robbins, Stephen. P. (2006). Perilaku organisasi, edisi Bahasa Indonesia. Klaten: PT INT AN SEJATI.
Wijayanto, D. (2012). Psikologi manajemen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
Ivancevich, J. M., Konopaske, R., dan Matteson, M. T. (2007). Perilaku dan manajemen organisasi. Jakarta: Erlangga.

Sabtu, 05 November 2016

Pengertian Motivasi dan Teori-teori Motivasi




Nama          : M Riyan Alamsyah
Kelas          : 3PA18
NPM           : 16514252


Pengertian Motivasi dan Teori-teori Motivasi

A. Pengertian Motivasi

          Motivasi adalah suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi berasal dari kata motif yang berarti “dorongan” atau rangsangan atau “daya penggerak” yang ada dalam diri seseorang.
Menurut Weiner (1990) yang dikutip Elliot et al (2000), motivasi didefenisikan sebagai kondisi internal yang membangkitkan kita untuk bertindak, mendorong kita mencapai tujuan tertentu, dan membuat kita tetap tertarik dalam kegiatan tertentu.
Menurut Uno (2007), motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya; hasrat dan minat; dorongan dan kebutuhan; harapan dan cita-cita; penghargaan dan penghormatan.
Motivasi adalah sesuatu apa yang membuat seseorang bertindak (Sargent, dikutip oleh Howard, 1999) menyatakan bahwa motivasi merupakan dampak dari interaksi seseorang dengan situasi yang dihadapinya (Siagian, 2004).

B. Teori-teori Motivasi

Tugas 1

 I. Teori Penguatan (Reinforcement)

Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan itu tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
a. Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement)
yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
b. Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement)
yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman (Punishment) selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan (response) itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat. Contoh : pengukuhan yang relatif malar adalah mendapatkan pujian setelah seseorang memproduksi tiap-tiap unit atau setiap hari disambut dengan hangat oleh manajer.

Contoh Kasus :

Seorang murid SD yang mendapat ranking 1 di kelasnya diberi reward kepada murid tersebut sebagai penghargaan menjadi murid berprestasi dan teladan di kelasnya. Dengan begitu murid yang lain akan mendapat dorongan motivasi tersendiri agar bisa menjadi murid yang berprestasi.

Tugas 2

II. Teori Harapan

Teori ini termasuk kedalam Teori – teori Kesadaran. Teori ini menunjukkan pendekatan kognitif terhadap motivasi kerja, yang menekankan kepada kemampuan individu dalam pemrosesan informasi. Kekuatan motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah kebutuhan. Pekerja diasumsikan melakukan penilaian rasional terhadap situasi kerjanya dengan mengumpulkan informasi untuk diolah, kemudian membuat keputusanyang optimal. Kebutuhan hanya digunakan untuk membantu dalam memahami bagaimana pekerja membuat pilihan berdasarkan pada keyakinan persepsi dan nilai – nilai mereka.
Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut.
Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom dalam Robbin 2003:229).
Teori ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom yang menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari hasil pekerjaan itu.

Teori harapan ini didasarkan atas :

1. Harapan (Expectancy)
adalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi karena perilaku.
2. Nilai (Valence)
adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai nilai / martabat tertentu (daya/nilai motivasi) bagi setiap individu yang bersangkutan.

Pertautan (Instrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua.

Contoh Kasus:

      Seorang karyawan pada jabatan/divisi penjualan berupaya meraih target penjualan tertentu untuk mendapatkan bonus berupa pergi haji ke mekkah. Dalam teori harapan, karyawan tersebut berusaha mendapatkan kesempatan untuk memenuhi target karena ingin pergi haji ke mekkah.


Tugas 3

III. Teori Tujuan

          Teori ini menyatakan bahwa mencapai tujuan adalah sebuah motivator. Hampir setiap orang menyukai kepuasan kerja karena mencapai sebuah tujuan spesifik. Saat seseorang menentukan tujuan yang jelas, kinerja biasanya meningkat sebab:

- Ia akan berorientasi pada hal hal yang diperlukan
- Ia akan berusaha keras mencapai tujuan tersebut
- Tugas tugas sebisa mungkin akan diselesaikan
- Semua jalan untuk mencapai tujuan pasti ditempuh

Teori ini mengatakan bahwa kita akan bergerak jika kita memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Dari teori ini muncul bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan yang jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan Goal Setting (penetapan tujuan).
Penetapan tujuan juga dapat ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda.
Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri, diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan peusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan memiliki keterikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan. Bila seorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu dapat terjadi bahwa keterikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.
Contoh Kasus :
-          Seorang pasangan suami istri yang baru menikah ingin mempunyai rumah sendiri dengan cara kerja keras banting tulang agar target dan tujuannya tercapai.
-          Unjuk rasa para demonstran di depan gedung istana merdeka mereka berorasi agar suara mereka di dengar serta tujuan mereka tercapai.

Tugas 4

IV. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow

          Dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :
1.  kebutuhan fisiologikal (physiological needs)
seperti: rasa lapar, haus, istirahat dan sex
2.  kebutuhan rasa aman (safety needs)
tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual;
3.  kebutuhan akan kasih sayang (love needs);
4.  kebutuhan akan harga diri (esteem needs)
yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan
5.  aktualisasi diri (self actualization)
dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.

Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :

a. Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu
    yang akan datang;
b. Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari   
    pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
c. Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu
    kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan   
    kebutuhan itu.

Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.

Contoh Kasus:
Need of self Actualization

Pak Dedi adalah seorang pensiunan direktur disuatu perusahaan yang bergerak dibidang perminyakan, sudah dua tahun ia pensiun dari perusahaan tersebut dan posisinya sebagai direktur, kini digantikan oleh anaknya Dimas. Semenjak ia pensiun, semua urusan perusahaan ditangani oleh Dimas tanpa kecuali, ia tidak ingin ayahnya terbebani pikiran karena sudah pensiun. Walau merasa dirinya sudah pensiun Pak Dedi ingin sekali berpartisipasi mengembangkan perusahaan, namun anaknya melarang karena merasa ayahnya itu sudah lebih baik dirumah saja. Pak Dedi merasa kebutuhan akan aktualisasi dirinya tidak terpenuhi, karena walau ia sudah pensiun, ia ingin membuktikan bahwa ia masih berkompeten dengan pengalaman-pengalamannya demi perkembangan perusahaannya.


Daftar Pustaka :

Sunyoto.M.A.(2001).Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia.
P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.
Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006).Manejemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT Pradnya Paramita